hanya kata itu (beserta seutas deep Alhamdulillah) yang ingin diteriakkan mulut ketika KM Trisila Bhakti II yang kami tumpangi tertambat di pelabuhan Gilimanuk. Sebenarnya saya cukup sering ke pulau yang sepertinya lebih dikenal dunia ketimbang Indonesia itu sendiri karena kakak saya tercinta satu-satunya memang tinggal di sini. Namun perjalanan kali ini lebih istimewa karena bersama kawan-kawan terbaik saya, karib sehari-hari dalam perantauan mencari jalan hidup di Jakarta.
sebenarnya saya bingung mau ngasih catetan apa dari perjalanan saya. Cerita tentang dengan sudut pandang orang pertama pelaku utama mungkin terlalu personal, tips-tips perjalanan ke Pulau Dewata sudah berjubelan, dan destinasi favorit pasti juga ada seabrek. Akhirnya yang saya tulis ini mungkin gabungan hal-hal tersebut.
Pejalanan kami beranggotakan lima orang: Saya, Tam, Faisal, Billy, dan Mengku. Kami tinggal di kota yang berbeda-beda, Saya di Jember, Tam dan Faisal di Malang, Mengku di Jakarta dan Billy di Jakarta Bekasi. Kami berencana berangkat dari Jember. Billy dan Mengku melakukan perjalanan lintas Pulau Jawa dengan sangat murah, bayangkan mereka menempuh rel legendaris yang konon sepanjang 1.000 km itu dengan kereta api ekonomi dengan ongkos perjalanan sekitar 75 ribu rupiah dengan menumpang Progo (st. Jakarta Pasar Senen - Jogja Lempuyangan) lanjut Sri Tanjung (Lempuyangan-Banyuwangi Baru) untuk turun di Stasiun Jember. Sementara dua kawan Malang menuju Jember via KA Tawangalun (Malang-Banyuwangi) seharga 20 ribuan.
tangguh
Esok pagi harinya kami menuju Bali dari Jember dengan menumpang KA Probowangi (Probolinggo-Banyuwangi) harganya 14.500 rupiah, cukup mahal untuk kereta dengan jarak dekat dan dengan jarak tempuh yang lama (Jember-Banyuwangi dalam 4 jam!, FYI jika jurusan Banyuwangi-Jember lebih cepat, 3 jam, karena jarang terjadi crash jadwal dengan kereta lain). Sampai Stasiun Banyuwangi Baru alias Ketapang kami melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki ke Pelabuhan Ketapang, gak sampe sepuluh menit jadi gak perlu naik becak atau sejenisnya.
Fery nyebrang ke Gilimanuk tiketnya enam ribuan dan mereka siap sedia selama 24 jam. Jarak tempuhnya sekitar 1 jam, sudah termasuk ngetem nunggu penumpang.
Here We Go
Perjalanan kami dilanjutkan via bus ke Negara (rumah kakak saya) , transit sebentar, lanjut lagi ke Denpasar masih dengan bus. Kami sampai Denpasar malam hari dan dijemput kawan kami, local hero Denpasar, Gede Oka Baskara alias Jono dengan nama populer John.
John The Cowboy
Liburan ini kami berutang banyak dengan Jono dan keluarganya yang mau menampung gelandangan seperti kami selama 3 hari lebih di rumah mereka dan mengantar kami jalan-jalan seharian penuh tiap harinya. Terima Kasih banyak!
Destinasi kami:
1. Pantai Sanur
Sanur at Noon
Kami sampai saat menjelang tengah hari, jadi kurang tepat buat berenang atau sekedar main air, untuk mahasiswa berbudget rendah seperti saya cukup lah nongkrong sambil minum minum di Circle K. Sanur di siang hari dipenuhi ekspatriat setengah baya yang berjemur, berenang, bahkan bersepeda di jalan-jalan kecil di tepian pantai yang di sampingnya banyak restoran-hotel dengan view menghadap pantai.
Beach Sidewalk
2. Kuta
Yang ini tak perlu banyak saya jelaskan lah, semua sudah tau keajaiban Kuta Rock City ini, di daerah sekitarnya banyak Cafe, Club, Hotel, Restoran, Toko atau apa saja lah itu, Pokoknya Shoping, Clubing, Party, dan you know what i mean lah. Bule dan wisatawan lokal berpadu riuh siang dan malam.
Lets start da party!
Pantainya juga sangat indah dengan Sunset-nya yang terkenal yang sayangnya kami lewatkan 2 hari beruntun. Sialan!
Damn
"Beautiful Energizing Kuta"
3. Pantai Padang Padang
ideal utopia
Inilah destinasi favorit kami. Saat yang lain lurus ke Uluwatu, kami belok kanan ke arah Jalan Pantai Padang Padang. Setelah turun lewat jalan yang dibuat di tebing-tebing yang kanan kirinya penuh tempat makan, toko surfing, dan kios suvenir Voila! sampailah kita ke pantai menakjubkan dengan ombak yang lumayan ganas, Sayangnya pas kita sampai ombaknya lagi menjadi-jadi sehingga kami seperti terperangkan ditengah tebing-tebing di mulut pantai. Namun lumayanlah dengan pasir bersih dan air bening kami masih sempat berendaman, main air, dan tentunya menghasilkan foto kontoversial ini hahahahaha
International Youth Friendship
Sepertinya cuma kami dan para pedagang di sini yang pribumi yang lainnya bule dan semuanya nawaitunya memang surfing dan berenang.
4. Mereka menyebutnya Centro
Bring Me The Shore
Dekat dengan Kuta. Karena kehabisan ide untuk menghabiskan malam, kami memutuskan nongkrong di Centro. semacam Mall dengan bagian belakangnya menghadap pantai. Sebenarnya terdapat banyak tempat makan mewah dan cozy di sini, tetapi lagi-lagi karena sebagian dari kami berbudget minim maka kami cuma nongkrong bermain angin malam di sini hehe.
discovered
5. Surfing Clothing Shop (FO) diskonan sekitaran Bypass
Di sini jualannya berbagai macam Furfing Clothing dengan harga lumayan murah dengan model yang lumayan up to date untuk ukuran diskon. Akhirnya dapet yang ori juga hehe.
i cant surf but i can shop
Tips tips dari saya buat yang pengen ngegembel di Bali:
1. Buat yang muslim di Bali sudah banyak tempat makan yang menyajikan menu halal, tapi soal harga saya gak tahu, soalnya kalau terpaksa gak makan di rumah Jono (gak modal) kami makannya di restoran cepat saji #halah .
2. Trasportasi dalam kota seperti angkot di Bali sangat Sulit, Bahkan untuk kota besar seperti Denpasar, jadi opsinya adalah nebeng seperti saya, naik taksi, atau sewa mobil/motor.
3. Bus Antar kota Di Bali beroperasi antara selepas dini hari sampai menjelang Maghrib, setelah itu sangat sangat minim, Kami bahkan hampir menunggu sangat lama untuk dapat angkutan Negara-Denpasar padahal masih jam delapan malam. itu pun seharga 30 ribu untuk kendaraan berfasilitas amat minim.
4. Kalau gak hobi clubing, party, hedon dan sebagainya sebaiknya kalian jalan-jalannya mulai pagi saja, soalnya malam kebanyakan tempat nongkrongnya ya buat yang doyan begituan.
5. Intinya Bali sebenarnya lumayan sulit ditaklukkan buat yang first time ngegembel tanpa dukungan kawan/saudara kalian yang memang penduduk sana atau tanpa bekal informasi yang memadai.
see you again, beautiful
"Ini suatu pencapaian yang monumental dan membuktikan kita bukan pewacana!" Saya.