6 Oktober 2012 - Pagi
Malam indah telah paripurna. Saya terbangun esok paginya sambil mengingat-ingat memori indah dan, ah sudahlah, saya sudah berjanji untuk tidak menulis secara galau lagi. Pagi hingga sore saya mengerjakan hal hal yang berbau anak kos hingga sahabat saya sejak abu putih, Man datang ke kosan menanyakan di mana sahabat saya yang satunya lagi, Oong. Usut punya usut ternyata mereka akan jalan ke pantai bersama anak PBB lainnya. Pantai Pualu Untung Jawa, di Tangerang katanya. Sebenarnya saya ingin sekali ikut, obsesi saya adalah mengoleksi pengalaman tiduran di pasir pantai sebanyak mungkin, lagipula saya lumayan kenal beberapa anak PBB. Namun, karena mereka gak mengajak, ya sudahlah, lebih baik saya lanjut guling-guling di kosan saja.
Malam indah telah paripurna. Saya terbangun esok paginya sambil mengingat-ingat memori indah dan, ah sudahlah, saya sudah berjanji untuk tidak menulis secara galau lagi. Pagi hingga sore saya mengerjakan hal hal yang berbau anak kos hingga sahabat saya sejak abu putih, Man datang ke kosan menanyakan di mana sahabat saya yang satunya lagi, Oong. Usut punya usut ternyata mereka akan jalan ke pantai bersama anak PBB lainnya. Pantai Pualu Untung Jawa, di Tangerang katanya. Sebenarnya saya ingin sekali ikut, obsesi saya adalah mengoleksi pengalaman tiduran di pasir pantai sebanyak mungkin, lagipula saya lumayan kenal beberapa anak PBB. Namun, karena mereka gak mengajak, ya sudahlah, lebih baik saya lanjut guling-guling di kosan saja.
Hape berbunyi, sms dari Oong masuk, isinya ajakan gabung karena mereka sebenarnya tahu sengebet apa saya bermain di pantai. Bergabung dengan rombongan PBB dan sahabat dalam angkot carteran, saya kenalan lagi dengan beberapa anggota. Beberapa menit kami langsung akrab, bernyanyi, bergitar playlist maut berisi lagu seperti Mawarku-nya Funkop, Lihat, Dengar, Rasakan-nya SO7, Hati yang Terluka-nya Betharia Sonata, Arumbia-Arumbia, dan tentu saja Satu atau Dua versi Anak PBB yang terus terngiang di telinga.
Sampai di Tanjung Pasir, Tangerang, kami menyeberang ke Pulau Untung Jawa via kapal motor pada malam harinya. Satu jam kemudian kami telah menepi di dermaga pulau, dan saat itu juga tersadar bahwa Untung Jawa merupakan salah satu bagian dari gugusan kepulauan seribu. Bayangan kami akan pulau eksotis yang belum termodernkan ternyata salah, sudah pro ternyata, istilah kami.
Kere dan gembira, itulah falsafah kami dalam bertualang, tidak perlu sewa kamar, tiduran di pasir pun pasti nyaman. Namun karena akhirnya menemukan semacam gazebo yang lebih layak, akhirnya kami memutuskan ngepos di sana. bermain kartu, bercanda lepas sambil main 'kyai-kyaian' sejenak sebelum akhirnya pulas dibelai angin lautan.
Nyatanya ini liburan mahal, bangun pagi dan menyadari salah satu dari gitar yang kami bawa raib, menambah daftar kerugian setelah galon air pecah dan hape Fero hilang. Sudahlah, "ayo liburan!" pekik kami. Mengitari pulau, menyusuri pantai, berenang di lautan, dangdut koplo dalam air, membentuk formasi piramida manusia, dan kembali main'kyai-kyaian'. Belum puas bersenang-senang di laut saja, lanjut main lempar-lemparanan kerikil anarkis sambil menunggu jemputan Lek Darat dan Lek Laut.
Syahdan jemputan datang, kami kembali bergumul dalam angkot berhimpitan lagi, kembali bergitaran liar sambil sesekali menggodai pengemudi yang berpapasan di jalan. Liburan kere, singkat, dan penuh gelak tawa tanpa henti sepanjang jalan. Terima kasih PBB dan Sahabat!
"Spesialisasiku yang terbaik, tetapi jika dipaksa harus pindah dengan pertimbangan tongkrongan, saya pilih PBB saja"
7 Oktober 2012 - Malam
Sampai di kosan saya istirahat sebentar sebelum malamnya rapat terakhir persiapan hajatan terbesar Anggaran Garis Keras: Touring Jawa Timur. Kosan selepas maghrib menyeruakkan hawa yang berbeda. Bocah-bocah penghuni kosan yang biasanya berseliweran dengan oblong dan memancarkan bau kecut sekarang sibuk berhias kemeja dan blazer beraroma wangi. Jadilah saya menyempatkan diri sejenak nimbrung anak2 akuntansi yang rencananya menghadiri pesta perpisahan spesialisasi mereka. Saya ikutan sibuk jadi konsultan fashion asal-asalan, membenarkan kerah Aga, menyuruh Brori berganti celana denim dan bersepatu, meyakinkan Ilham bahwa setelannya sudah layak dianggap bukan pakaian sopir taksi. Saya akhirnya ikutan berangakat bersama ke kampus, saya belok ke Plaza Mahasiswa, mereka ambil jalan terus ke Gedung G.
Plasma terlihat sangat sepi untuk ukuran jam saat itu. Tam dan Irwan sudah stand by, saya nimbrung, berikutnya satu, dua, tiga, empat, dan seterusnya pasukan baret merah ikut bergabung hingga hiruk pikuk, Plasma kembali hidup. Setelah alur serius-bercanda-serius-bercanda-bercanda-bercanda-bercanda dst. hingga buyar, sekitar dua puluh kepala pasukan khusus tali merah telah menyatakan bergabung dalam misi. Tiket telah dikoordinasikan, pleton pun buyar.
Akhirnya yang tersisa tinggal Saya, Tam, Irwan, dan Ajay. Gak ada kerjaan, kami pun iseng-iseng berniat masuk Gedung G, melongok Closing Entries. Awalnya saya gak yakin bisa masuk, pintu utama dijaga, pintu samping terbuka tapi sepertinya panitia sudah siap sedia. Ajay masuk, panitia mencegat, panitia maju begitu saja, meninggalkan kami, kami lolos masuk tanpa perlawanan berarti. Sepertinya memang tak mungkin menghafal muka anak akuntansi satu per satu.
Kami mengambil tempat di tribun atas, menonton guest star, Adera atau apalah namanya saya gak begitu ngeh. Gak minat lihat sang bintang tamu, saya melihat bagaimana tingkah pola anak akun dan acara mereka ini. Mereka berdandan sedikit lebih wah dibanding anak anggaran, panggung lebih nginclong, dan tentu saja jumlah yang jauh lebih unggul dari kami. Namun ada yang janggal, mereka banyak tetapi tidak berbaur, mereka terkotak kotak tiap kelasnya, tidak ada gerakan barisan satu angkatan seperti yang kami praktikkan.
Sampai di kosan saya istirahat sebentar sebelum malamnya rapat terakhir persiapan hajatan terbesar Anggaran Garis Keras: Touring Jawa Timur. Kosan selepas maghrib menyeruakkan hawa yang berbeda. Bocah-bocah penghuni kosan yang biasanya berseliweran dengan oblong dan memancarkan bau kecut sekarang sibuk berhias kemeja dan blazer beraroma wangi. Jadilah saya menyempatkan diri sejenak nimbrung anak2 akuntansi yang rencananya menghadiri pesta perpisahan spesialisasi mereka. Saya ikutan sibuk jadi konsultan fashion asal-asalan, membenarkan kerah Aga, menyuruh Brori berganti celana denim dan bersepatu, meyakinkan Ilham bahwa setelannya sudah layak dianggap bukan pakaian sopir taksi. Saya akhirnya ikutan berangakat bersama ke kampus, saya belok ke Plaza Mahasiswa, mereka ambil jalan terus ke Gedung G.
Plasma terlihat sangat sepi untuk ukuran jam saat itu. Tam dan Irwan sudah stand by, saya nimbrung, berikutnya satu, dua, tiga, empat, dan seterusnya pasukan baret merah ikut bergabung hingga hiruk pikuk, Plasma kembali hidup. Setelah alur serius-bercanda-serius-bercanda-bercanda-bercanda-bercanda dst. hingga buyar, sekitar dua puluh kepala pasukan khusus tali merah telah menyatakan bergabung dalam misi. Tiket telah dikoordinasikan, pleton pun buyar.
Akhirnya yang tersisa tinggal Saya, Tam, Irwan, dan Ajay. Gak ada kerjaan, kami pun iseng-iseng berniat masuk Gedung G, melongok Closing Entries. Awalnya saya gak yakin bisa masuk, pintu utama dijaga, pintu samping terbuka tapi sepertinya panitia sudah siap sedia. Ajay masuk, panitia mencegat, panitia maju begitu saja, meninggalkan kami, kami lolos masuk tanpa perlawanan berarti. Sepertinya memang tak mungkin menghafal muka anak akuntansi satu per satu.
Kami mengambil tempat di tribun atas, menonton guest star, Adera atau apalah namanya saya gak begitu ngeh. Gak minat lihat sang bintang tamu, saya melihat bagaimana tingkah pola anak akun dan acara mereka ini. Mereka berdandan sedikit lebih wah dibanding anak anggaran, panggung lebih nginclong, dan tentu saja jumlah yang jauh lebih unggul dari kami. Namun ada yang janggal, mereka banyak tetapi tidak berbaur, mereka terkotak kotak tiap kelasnya, tidak ada gerakan barisan satu angkatan seperti yang kami praktikkan.
"Inilah perbedaan spes kaya dengan spes kompak" quote dari RZI, si tua yang penggambarannya seperti Orang Tua di cap minuman anggur kolesom.Bosan, kami pun pulang. Turun dan cari sedikit minuman di lantai bawah, akhirnya saya berhasil bertemu Aga dan Cahyo, korban yang menerima eksperimen sentuhan tata busana ngasal di kosan. Kami berfoto karena saat saat perpisahan seperti ini selalu layak untuk diabadikan setiap jengkal waktunya.
Saya dan Tam diapit orang-orang yang dekat dengan kekuasaan
"Alhamdulillah saya masuk Kebendaharaan Negara Ya Allah, seperti doa saya dalam sujud ketika masih SMA kelas tiga"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar