Sebenarnya kalian tidak sendirian. Kawan kanan, kiri, depan, belakang masih ada di dunia saat itu, hanya saja mereka tidak terdengar suaranya, tidak terlihat batang hidupnya, dan tak tercium bau keringatnya. Mereka sedang hidup di kotak-kotaknya sendiri, entahlah apa yang sebenarnya mereka lakukan. Melamun, tidur, atau sibuk dengan yang ada di seberang kabel. Coba melongok ke arah luar kaca jendela, yang ada hanya adalah air yang berderai-derai bak tirai, atau daun-daun gugur yang bermain-main dalam genangan air di halaman kusam, tak cukup menarik untuk mengusir sepi.
Kosong dan sepi, mungkin itulah beberapa unsur pembentuk senyawa sedih. Namun mengapa sedih? kalian mulai berpikir apakah gerangan penyebabnya.
Karena suasana sore yang begitu suram?
Karena ingin jogging tapi hujan pasti bikin berinding?
Karena ingin bertualang tapi nggak punya uang?
Karena temanmu bisa ke Semeru sementara kalian bergumul dengan selimut?
Karena ingin nongkrong tapi jadwal teman-temanmu gak pernah kosong?
Karena belum berani bicara, bicara segalanya, bicara segalnya kepada dia, bicara segalnya kepada dia yang ketika namanya disebut sejenak perutmu seperti kram, dadamu sesak padahal sedang tidak asma, dan jantungmu bertaluan dengan hebatnya?
Atau karena hanya kurang bersyukur kepada Yang Mahakuasa?
"There are as many nights as days, and the one is just as long as the other in the year's course.
Even a happy life cannot be without a measure of darkness, and the word 'happy' would lose its meaning if it were not balanced by sadness."
Carl Jung
Even a happy life cannot be without a measure of darkness, and the word 'happy' would lose its meaning if it were not balanced by sadness."
Carl Jung
brader ucin, jikalau nanti mencar ke mana mane, keep contanct, keep posting
BalasHapusjangan takut jarak, tulisan kita akan selalu membuat dekat
BalasHapus